Saatnya Condong ke Sains-Teknik Indonesia Krisis Insinyur dan Tenaga Terampil
18 Mei 2016
JAKARTA, KOMPAS — Besarnya kebutuhan industri akan insinyur dan tenaga teknis seharusnya menyadarkan dunia pendidikan untuk mengubah orientasi. Di jenjang perguruan tinggi, saatnya titik berat program studi condong ke bidang sains-keteknikan ketimbang sosial-humaniora.
Adapun di jenjang pendidikan menengah, orientasi hendaknya menukik pada bidang vokasi (kejuruan) sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Direktur Eksekutif Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rudianto Handojo, Selasa (17/5), di Jakarta, mengatakan, Indonesia kekurangan sekitar 10.000 insinyur per tahun. Padahal, insinyur kini amat diperlukan untuk menopang proyek infrastruktur.
Setiap tahun ada tambahan sekitar 50.000 insinyur. Namun, tambahan tersebut tidak memenuhi kebutuhan sehingga tetap terjadi kekurangan sekitar 10.000.
Ia mengatakan, saat ini ada sekitar 800.000 lulusan insinyur yang dimiliki Indonesia. Mereka tersebar, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun, dari jumlah tersebut hanya sekitar 45 persen yang betul-betul bekerja di bidangnya. Selebihnya, tersebar di bidang lain, termasuk perbankan, asuransi, perdagangan.
Data PII pada 2015 menyebutkan, saat ini terdapat 2.671 insinyur per satu juta penduduk Indonesia. Jumlah tersebut tertinggal dari Singapura yang 28.235 insinyur per satu juta penduduk, Malaysia 3.375, Thailand 4.121, Filipina 5.170, Vietnam 8.917, dan Myanmar 3.844 (Kompas, 6/2/2015)
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo mengatakan, salah satu penyebab lulusan insinyur tidak lagi berkecimpung di bidangnya karena masih minimnya penghargaan. “Saya jumpai seorang insinyur bekerja di salah satu perusahaan di Surabaya dapat gaji Rp 2,2 juta per bulan. Kemudian dia beralih bekerja di perbankan karena diberi gaji Rp 6 juta,” ujar Patdono.
Fenomena ini diakui Rudianto. Di matanya, iklim keinsinyuran di Indonesia belum menopang perkembangan profesi ini. Sektor penyerap insinyur terbesar adalah industri. Namun, dalam banyak perusahaan, insinyur kurang diberdayakan untuk inovasi riset dan pengembangan. Akhirnya, mereka hanya bertugas merawat peralatan yang cukup dikerjakan lulusan D-3. Gaji mereka hanya setara D-3.
Hal tersebut membuat para lulusan insinyur yang cemerlang pun memilih untuk berkarier di luar negeri. Di luar negeri, jasa mereka lebih dihargai. “Ini ironi di tengah pesatnya membangun infrastruktur di dalam negeri,” ujar Patdono.
Revitalisasi
Patdono mengatakan, untuk menjawab kebutuhan industri, pemerintah berencana merevitalisasi 10 politeknik agar lebih tajam pada bidang sains-teknik. Penajaman ini diharapkan mencetak lulusan tenaga teknis terampil. “Industri itu lebih butuh keterampilan ketimbang ijazah,” ujar Patdono.
Politeknik yang akan direvitalisasi itu antara lain adalah politeknik di Ambon yang ingin didorong menjadi politeknik khusus pertambangan. Selain itu, juga ada politeknik di Batam yang ingin didorong menjadi politeknik khusus untuk perbaikan dan manufaktur mesin pesawat.
Terkait dengan itu, Patdono tengah mengajak PT Rolls-Royce Indonesia menjadi mitra politeknik Batam.
Ditemui bersamaan dengan Patdono, Presiden Direktur PT Rolls-Royce Indonesia Adrian Short mengatakan, pihaknya sudah mempekerjakan sejumlah insinyur yang tersebar di beberapa tempat. (C11)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Mei 2016, di halaman 12 dengan judul “Saatnya Condong ke Sains-Teknik”.
Baca juga :
SUMBER DAYA MANUSIA
Kebutuhan Insinyur Sangat Mendesak
3 Maret 2016
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah didesak untuk segera merumuskan cara yang cepat dan efektif untuk mencetak ahli teknik dan insinyur siap pakai. Saat ini ketika pemerintah berencana melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, kebutuhan sumber daya manusia yang andal menjadi sangat mendesak.
“Yang dibutuhkan bukan sekadar gelar insinyur, melainkan tenaga ahli yang benar-benar ahli. Dan jumlah tenaga ahli yang dibutuhkan sangat banyak. Oleh karena itu, pemerintah harus bergerak cepat,” demikian dikatakan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia (YPTI) BJ Habibie dalam acara pelantikan pengurus baru YPTI, di Jakarta, Rabu (2/3).
Ketua Umum Pengurus YPTI yang baru, Marzan Aziz Iskandar, mengatakan, saat ini catatan jumlah insinyur di Indonesia sebagai yang terendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain. Di sisi lain, Indonesia memang membutuhkan sangat banyak insinyur untuk pembangunan.
“Saat ini Indonesia hanya memiliki 3.038 insinyur per satu juta penduduk. Jumlah ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan Singapura yang memiliki 28.235 insinyur per satu juta penduduk. Bahkan Vietnam memiliki 8.917 insinyur per satu juta penduduk,” tutur Marzan.
Tidak hanya itu, jumlah mahasiswa bidang keteknikan yang merupakan calon insinyur di Indonesia ternyata juga yang paling kecil di ASEAN dan Asia. “Hanya 15 persen dari jumlah seluruh mahasiswa kita yang menuntut ilmu di bidang rekayasa (engineering). Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 24 persen, Korea 33 persen, dan Tiongkok 38 persen. Jadi, saat ini kita mengalami defisit jumlah insinyur 25.000 orang,” ujar Marzan yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Ketua Umum Dewan Pakar Persatuan Insinyur Indonesia, yang juga anggota Dewan Pembina YPTI, Bobby Gafur Umar mengatakan, sudah saatnya pemerintah memikirkan lebih serius solusi kekurangan insinyur ini. “Jalan keluarnya harus segera diputuskan agar kesenjangan jumlah dan kebutuhan insinyur tak semakin lebar,” kata Bobby.
Dia menambahkan, insinyur yang dibutuhkan adalah insinyur yang dapat langsung bekerja di bidang-bidang yang membutuhkan keahlian rekayasa. “Mereka yang akan membangun infrastruktur dan juga mengembangkan sektor-sektor industri yang sangat luas,” ujar Bobby. (ARN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2016, di halaman 18 dengan judul “Kebutuhan Insinyur Sangat Mendesak”.
- See more at: http://www.kopertis12.or.id/2016/05/18/indonesia-krisis-insinyur-dan-tenaga-terampil-kebutuhan-insinyur-sangat-mendesak.html#sthash.pnQAJc3M.dpuf
Comments
Post a Comment